Pemerintah terus mengkaji rencana perubahan kebijakan PPN sebagai bagian dari upaya untuk merespons keterbatasan ruang fiskal tanpa mengganggu pemulihan ekonomi. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada masa pandemi Covid-19, ada peningkatan kebutuhan belanja negara. Pada saat bersamaan, penerimaan negara mengalami penurunan. Dalam situasi ini, konsolidasi fiskal sangat dibutuhkan.
Menurutnya, ada 3 tren konsolidasi fiskal global. Pertama, strategi konsolidasi fiskal untuk mengatasi isu ekonomi, seperti defisit, utang, ketimpangan, dan pengangguran. Kedua, utang global makin tinggi sehingga butuh pembiayaan berkelanjutan. Ketiga, kebijakan perpajakan untuk mengatasi masalah ketimpangan dan meningkatkan penerimaan pajak.
Terkait dengan peningkatan penerimaan pajak, salah satu yang dikaji adalah perubahan skema kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN), termasuk kenaikan tarif. Pemerintah tidak akan serta-merta menaikkan tarif PPN guna menyokong penerimaan pajak yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Selain melihat tren global, pemerintah juga akan melakukan kajian secara komprehensif mengenai dampak yang ditimbulkan.
Selain tentang perubahan skema kebijakan PPN, Ditjen Pajak (DJP) sedang mengkaji skema pemajakan yang tepat atas penghasilan yang bersumber dari transaksi cryptocurrency.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
• 3 Isu Soal PPN
Dirjen Pajak Suryo Utomo menerangkan setidaknya terdapat 3 isu terkait dengan PPN yang perlu untuk direspons guna meningkatkan ruang fiskal. Pertama, masih terdapat banyak barang dan jasa yang penyerahannya tidak dipungut PPN. Kedua, C-efficiency ratio PPN Indonesia tercatat masih sekitar 60%. Artinya, efektivitas pemungutan masih 60% dari total yang seharusnya bisa dipungut. Ketiga, perbandingan antara penerimaan PPN dan PDB yang hanya sebesar 3,62%. Suryo mengatakan Indonesia termasuk salah satu dari 21 negara yang mengenakan PPN dengan tarif sebesar 10%. Sebanyak 124 negara tercatat mengenakan PPN dengan tarif 11% hingga 20%. Sebanyak 24 negara yang mengenakan PPN dengan tarif lebih dari 20%.
• Skema Multitarif
Selain kenaikan tarif, pemerintah juga tengah mengkaji penerapan skema PPN multitarif. Barang-barang yang sifatnya sangat dibutuhkan masyarakat dikenai tarif yang lebih rendah dari tarif normal. Sebaliknya, terdapat tarif yang lebih tinggi atas penyerahan barang tertentu yang tergolong mewah.
• Pengecualian PPN
Tidak hanya menyangkut tarif, pemerintah juga sedang mempertimbangkan jumlah pengecualian PPN yang diberikan pemerintah terhadap barang dan jasa tertentu. Pasalnya, bila dibandingkan dengan negara-negara lain, pengecualian PPN yang berlaku di Indonesia cenderung lebih banyak. Fasilitas PPN yang diberikan, mulai dari fasilitas PPN tidak dipungut dan dibebaskan, juga sangat beragam. Hal ini berpengaruh terhadap kinerja penerimaan PPN Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara peers di Asia Tenggara.
• Pemajakan Transaksi Cryptocurrency
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan perkembangan cryptocurrency di Indonesia perlu dicermati dan didalami dengan saksama. Langkah itu penting sebelum dikeluarkan respons kebijakan atau perlakuan pajak khusus atas penghasilan yang didapatkan dari transaksi cryptocurrency. Secara umum, dia menerangkan masih terdapat masalah yang perlu dipertimbangkan sebelum PPN dikenakan atas penyerahan aset kripto. Dari sisi pajak penghasilan (PPh), Suryo mengatakan DJP telah mengadakan diskusi dengan pihak terkait mengenai skema laba yang diperoleh wajib pajak.
• Insentif Pajak
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta pemerintah lebih selektif dalam memberikan insentif fiskal pajak. Said menilai rencana pemberian insentif pajak untuk sektor ritel belum tepat untuk saat ini. Menurutnya, pemberian insentif tersebut tidak akan terlalu berdampak pada pemulihan perekonomian nasional.